Urgensi Reformulasi Pola Pembangunan Kesehatan (Bagian-2)


Penyebab dasar masalah kesehatan sesungguhnya secara tersirat semakin terklarifikasi lagi dengan sangat meyakinkan dalam Millenium Development Goal's, sebagaimana yang saya perlihatkan dalam gambar di atas, yakni kemiskinan, mengingat dari delapan unsur pokok MDG's, pengentasan kemiskinan ditempatkan pada urutan yang paling awal. Dan penempatan pada urutan pertama untuk penanganan masalah kemiskinan tidak ada yang membantah kalau hal tersebut terkait sangat erat dengan hal krusial yang dapat ditimbulkannya dalam berbagai bidang (kesehatan termasuk di dalamnya), ketika problem dasar tersebut tidak memperoleh perhatian serius dalam penanganannya.

Lingkaran setan masalah kesehatan

Masyarakat yang terbelit oleh kemiskinan akan menghadapi lingkaran setan permasalahan kesehatan (atau bahkan pemasalahan hidup). Kasus gizi buruk (atau minimal gizi kurang) meski tidak selalu berasal dari keluarga miskin, namun dalam ruang lingkup populasi yang besar, kelompok merekalah yang paling banyak menderita gizi kurang atau gizi buruk. Sebagai sebuah lingkaran setan, gizi buruk yang mereka hadapi akan menjadi prakondisi bagi rendahnya tingkat imunitas tubuh mereka terhadap berbagai penyakit. Dan dari berbagai macam ancaman maupun realitas penyakit yang mereka derita, akan kembali menggerus lagi status gizi mereka. Lingkaran setan seperti ini terus saja berputar mengitari siklus hidup mereka, dan seringkali berakhir secara mengenaskan ketika mereka menghadapi kematian dengan segala ketidakberdayaan.

Sungguh ironis memang. Sentuhan program sektoral yang diarahkan kepada mereka, seringkali juga hanya berbasis proyek, bukan berbasis kesungguhan dalam ketulusan mengangkat harkat martabat mereka dari lumpur kehidupan dimana mereka terbenam. Menyelenggarakan proyek pengadaan dan kemudian pemberian makanan tambahan (PMT) ala kadarnya bagi kelompok masyarakat yang teruji dalam kemiskinan, bukan sesuatu yang jelek memang, tetapi bukan sesuatu yang terbaik pula, apalagi jika hanya berhenti sebatas rutinitas proyek yang terkesan penuh basa-basi.

Memang permasalahan kesehatan sangat kompleks. Dan kompleksitas ini akan menjadi semakin rumit (kalau tidak boleh saya katakan mematikan), jika pengentasan problem dasar tidak menjadi mainstream dalam design maupun aplikasi pola pembangunan kita. Jika dalam Undang-Undang Dasar yang kita miliki menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, maka pertanyaannya adalah: apakah terminologi "dipelihara" itu identik dengan analogi memelihara barang titipan agar tidak hilang misalnya? Kalau ya, maka "memelihara kemiskinan" agar tidak hilang (atau tidak berkurang) sudah sesuai dengan amanah undang-undang.

Masih sangat banyak tali-temali persoalan kesehatan dalam kaitan penyebab dasar yang tidak tergarap serius, tetapi ditempat ini tidak akan saya ulas seluruhnya. Jika Allah mengabulkan, ulasan detailnya saya rencanakan untuk saya terbitkan dalam sebuah buku tersendiri (mohon doanya ya). Apa yang sudah saya ketengahkan dalam bagian satu maupun bagian dua ini (keduanya hanya sekedar pengantar) saya pikir sudah mewakili gambaran umum awal yang ingin saya sampaikan bahwa sesungguhnya selama ini kita terjebak dalam perangkap pembangunan sektoral.

Nah, bagaimana pola pendekatan baru yang lebih realistis (atau tepatnya lebih emansipatoris) dalam menangani penyebab dasar masalah kesehatan di atas ? Simak jawabannya di artikel saya selanjutnya (bagian-3). (Bersambung)        

Post a Comment for "Urgensi Reformulasi Pola Pembangunan Kesehatan (Bagian-2)"