Menteri Susi, Etos Pendidikan dan Gelar Akademik



Perintah Iqro (bacalah) dari Zat Yang Maha Mengetahui Segala Sesuatu, yang terdokumentasi  dengan otentik dalam mushaf Al-Qur’an sejak 15 abad yang lalu, benar-benar semakin hari semakin menunjukkan nilai-nilai urgensinya untuk diejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Membaca, apakah itu secara tekstual maupun kontekstual, saya kira adalah entry point istimewa dalam setiap upaya membangun sebuah peradaban. Membaca ayat-ayat kauliah, membaca ayat-ayat kauniyah, bahkan “membaca” kegiatan membaca itu sendiri, sejatinya adalah sebuah kerja penelaahan buku besar kehidupan. Dalam ungkapan lain, alam raya beserta segenap isinya sesungguhnya adalah satu-satunya perpustakaan yang tak pernah tutup di dunia ini. Yang mendapat keuntungan adalah mereka yang memanfaatkannya.

Apa hubungan semua ini dengan Menteri Susi? Atau, apa kaitan semua ini dengan judul di atas? Sebelum saya jawab lebih lanjut, mohon izin saya mengutip salah satu ungkapan Bill Gates, bahwa “Saya mendapatkan pendidikan yang sangat baik meskipun saya tidak membuang waktu untuk mengejar gelar" (kumpulan ungkapan bijak Bill Gates dan lainnya bisa dilihat di www.UngkapanBijak.com).

Fakta Menteri Susi, dengan ijazah SMP yang dimilikinya, sesungguhnya  menyodorkan 4 (empat) pelajaran besar bagi publik. Pertama, kalau Ibu Susi mau, beliau bisa mengikuti jejak sejumlah oknum untuk membeli ijazah (dan bahkan mungkin gelar) apapun. Tapi, beliau tidak ingin terjebak dalam perangkap-perangkap formalistik remeh-temeh itu. Dengan bahasa lain, beliau tidak ingin melukai (atau menambah luka) moralitas akademik hanya untuk sebuah penampilan imitatif yang penuh tipu daya. (Bahasa populernya pencitraan yang penuh kepalsuan). Artinya, Menteri Susi sebenarnya sedang  memproklamirkan di hadapan publik sebuah kejujuran. Dan saya sangat yakin, reputasi jaringan bisnis beliau yang berkembang pesat selama ini, tampaknya sulit terjadi tanpa ditopang oleh sebuah modal utama besar bernama kejujuran itu.

Kedua, dalam upaya peningkatan kapasitas diri, jalur pendidikan formal tidak lebih baik daripada jalur nonformal. Bukan hanya Menteri Susi buktinya. Di dunia ini tak terhitung orang-orang berprestasi yang muncul dari luar bilik akademik formal. (Suatu saat saya akan posting tentang figur-figur cemerlang di dunia ini yang minim pendidikan formal tetapi sangat matang pendidikan nonformalnya).

Ketiga, etos  pendidikan, ruh pendidikan, ternyata mengakar kuat dalam kesungguhan hati membaca dan membaca (iqro) ayat-ayat di alam raya ini, dan ini harus berlangsung sepanjang hanyat masih dikandung badan. Dalam terminologi hadits Rasulullah SAW, dibutuhkan jenjang pembelajaran minal mahdi ilal lahdi (dari buaian hingga liang lahat).

Keempat, gelar akademik, harus kita akui bukan sebuah konstanta yang bernilai tetap, melainkan sebuah variabel (tidak tetap) yang nilainya ikut ditentukan oleh kualitas proses yang dilewati dalam mencapai gelar tersebut. Boleh saja gelar sama, tapi ketika kualitas proses yang dilalui dalam meraihnya berbeda, maka makna dari sebuah gelar yang sama akan mengikuti mutu proses itu sendiri. “Kualitas proses” dalam konteks Menteri Susi adalah kesungguhan dalam bergumul dengan literatur kehidupan di sebuah perpustakaan yang terus terbuka ini. Titik kritis inilah yang kemudian bisa membuat kita sebagai publik bisa berhadapan dengan sebuah eksistensi positive deviant, dimana pribadi tanpa gelar (atau minim gelar) sekaligus minim pendidikan formal, bisa lebih unggul dari mereka yang mungkin memiliki gelar sepanjang garis khatulistiwa atau strata pendidikan setinggi langit.

By the way, bagaimana dengan tato atau kebiasaan merokok Menteri Susi? Bukankah beliau pejabat publik? Jangan ke mana-mana (uhh...terserah gue dong...hehehe...), tetap konsisten di Blog ini ya, simak catatan saya, satu atau dua hari lagi insya Allah (tapi ga janji ya...xixixi) artikel khusus untuk menjawab pertanyaan tersebut akan saya tampilkan. Sudah saya siapkan tulisan berjudul Menteri Susi, Rokok dan Tato. Tinggal finishing (menambah argumen-argumen sosiologis), lalu posting. Oya, jika berkenan, di-like ya (bagi yang belum) Fanpage Etalase Gagasan yang ada di sidebar Blog ini. OK, terima kasih atas segala kebaikannya kawan, sudah membaca artikel ini hingga tuntas. Wallahua’lam.


Post a Comment for "Menteri Susi, Etos Pendidikan dan Gelar Akademik"