Sehari yang lalu, Rabu 10 Desember 2014, saya membuat status di akun fb saya terkait tutupnya beberapa pabrik rokok di negeri ini: “Alhamdulillah, beberapa pabrik rokok di Indonesia mulai tutup. Beberapa yang lainnya besar kemungkinan sedang memikirkan dan mempersiapkan keputusan yg sama”. Demikian kurang lebih penggalan awal status saya kala itu.
“Pabrik besar mana saja ya Dok yang tutup ?”, tanya seorang kawan FB yang juga sekaligus teman sejawat saya dari Yogyakarta, dr. Dwiwanto Waluyo di kolom komentar status saya di atas. Tulisan kecil ini saya buat untuk menjawab pertanyaan tersebut, sekaligus menjawab hal-hal lainnya yang mungkin menjadi pertanyaan-pertanyaan yang belum sempat diajukan oleh yang lain.
Bulan Mei yang lalu, di Jember dan Lumajang, Jawa Timur, tercatat 2 Pabrik Rokok Sampoerna tutup.(1) Tingkat produksi rokok dari dua pabrik tersebut mencapai 2,995 miliar batang per tahun. Dari 4.900 karyawan yang dirumahkan akibat keputusan ini, banyak diantara mereka yang mendapat pelatihan-pelatihan usaha dari pihak PT. HM. Sampoerna.
Sementara itu, pabrik-pabrik rokok di Kota Malang dan Kabupaten Malang, Jawa Timur, terus berguguran. Dari 370 pabrik rokok yang ada, diperkirakan tinggal 70 pabrik yang masih tersisa.(2)
Di wilayah Karesidenan Pati, Jawa Tengah, seperti berita yang dimuat dalam situs resmi PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara, perusahaan yang bergerak di bidang pemasaran komoditas perkebunan itu memberitakan bahwa, sedikitnya ada 1.950 pabrik rokok di wilayah tersebut tutup dan sekaligus dicabut izin operasionalnya akibat tidak mampu lagi berproduksi.(3)
Sulami, Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) mengatakan, dari sejumlah 3.000 pabrik rokok (kretek sigaret tangan) di Indonesia, saat ini tinggal tersisa sekitar 1.970 pabrik. Bahkan di Jawa Timur, dari sebanyak 1.100 pabrik rokok pada tahun 2009, kini jumlahnya merosot drastis menjadi 563 pabrik. “Jumlahnya terjun bebas”, ujar Sulami dalam salah satu siaran persnya.(4)
“Ah, bukankah ribuan pabrik rokok yang tutup itu, tergolong pabrik kecil Dok, bukan pabrik besar ?!”
“Kecil-kecil tapi ribuan, yaa besar juga akhirnya khan ?!”
“Tapi Dok, saya tidak yakin kalau semua pabrik rokok bisa tutup”
“Sama dong, saya juga selama ini sedikitpun tidak pernah yakin bahwa semua pabrik rokok akan tutup. Soalnya, ini dunia Bung! Watak asli dunia itu penuh dengan pertentangan. Heterogenitas, polaritas, semua ini keniscayaan yang tidak bisa kita pungkiri di dunia ini”
“Lalu, untuk apa Dok perjuangan anti-rokok dilakukan, kalau kita tidak pernah yakin semua pabrik rokok akan tutup?”
“Oh, tujuannya memang bukan itu. Bukan untuk menutup, tapi membuka kesadaran. Coba Ente renungkan watak asli dunia serta hikmah dibaliknya. Setiap perjuangan yang dilakukan, apakah itu perjuangan anti-rokok di satu sisi, maupun perjuangan pro-rokok di sisi yang lain, polaritas perjuangan semacam ini sejatinya adalah histori perjalanan dari masing-masing pihak untuk mengumpulkan bahan jawaban ketika kelak Allah bertanya tentang usia kita, kita isi dengan apa; tentang ilmu kita, kita pergunakan untuk apa; tentang harta kita, kita dapat dari mana dan kita gunakan untuk apa; tentang tubuh kita, kita perlakukan seperti apa”
“Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat nanti sampai ditanya tentang empat perkara: (1) tentang umurnya untuk apa dia gunakan, (2) tentang ilmunya, sejauh mana dia amalkan ilmunya tersebut, (3) tentang hartanya, dari mana harta tersebut didapatkan dan untuk apa harta tersebut dibelanjakan, dan (4) tentang tubuhnya, untuk apa dia gunakan.” (HR. Tirmidzi)
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, jawaban yang kelak kita harapkan, akan menentukan pilihan kita hari ini, perjuangan mana yang ingin kita lakukan, atau di barisan mana kita akan bergabung, di barisan anti-rokokkah, atau di barisan yang mempertahankannya?!
Sebelum tulisan kecil ini saya tutup, izinkan saya menyebut satu hal saja: narkoba! NARKOBA saya yakin semua orang (atau sebagian besar orang) paham bahwa kepanjangan dari akronim tersebut adalah NARkotika, psiKOtropika dan Bahan Adiktif lainnya. Saya hanya mengingatkan, nikotin dalam rokok adalah bahan adiktif. Tidak ada yang bisa membantah ini. Lalu, masih ragukah kita menyebut rokok sebagai bagian tak terpisahkan dari NARKOBA?
Tak usah dulu bicara tentang ribuan zat kimia berbahaya lainnya di dalam rokok. Tak usah dulu bicara tentang zat-zat teratogenik dalam rokok yang meningkatkan potensi resiko kejadian kanker. Tak usah dulu bicara tentang relevansi rokok dengan peningkatan kasus-kasus penyakit kardiovaskuler.
Kalau suatu saat kita bicara tentang semua itu, ditambah dengan fakta bahwa orang bukan perokok tetapi terpapar asap rokok (alias perokok pasif) berpotensi mengalami hal yang sama buruknya dengan para perokok, maka tulisan pada iklan rokok perlu kita sampoerna-kan lagi, dari sekedar “MEROKOK MEMBUNUHMU!” menjadi “MEROKOK MEMBUNUHMU SEKALIGUS MEMBUNUH ORANG-ORANG DISEKITARMU!” . Walaatulquu biaidiikum ilattahlukah, dan janganlah kamu menjerumuskan diri dalam kebinasaan (QS. Al-Baqarah: 195). Wallahua’lam.
Kepada saudara-saudaraku para perokok, saya mencintai kalian semua sebagaimana saya mencintai semua orang yang selama ini hidupnya berhubungan dengan rokok. Tulisan ini adalah bagian dari cara saya mencintai kalian.
Lihat juga Contoh Desain Banner Stop Merokok.
Post a Comment for "Di Balik Rontoknya Sejumlah Pabrik Rokok"