Menghindari Malapetaka Pelayanan Kesehatan Kita


Jumlah peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) kategori Mandiri mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Dari 236.627 peserta pada bulan Januari 2014 melonjak menjadi 5.958.000 peserta pada 30 September di tahun yang sama. Artinya, dalam tempo kurang lebih 8 bulan terjadi penambahan peserta JKN Mandiri sebanyak 25 kali lipat. Data ini terungkap dalam pertemuan evaluasi pelaksaan JKN Regional III, di Makassar, Kamis 11 Desember 2014, yang disampaikan langsung oleh Kepala Pusat Jaminan Kesehatan dr. Donald Pardede.

Di balik lonjakan itu, diketahui pula bahwa kebanyakan dari mereka yang mendaftar tersebut menderita penyakit yang tergolong katastropik, yakni penyakit-penyakit “berat” yang sekaligus berbiaya tinggi. Peserta dalam kelompok ini umumnya mendaftar JKN atau BPJS saat mereka sakit dan setelah sembuh mereka berhenti membayar iuran. (Lihat lebih lanjut dalam artikel Kebanyakan Peserta JKN Mandiri Miliki Penyakit Katastropik)

Beberapa contoh penyakit katastropik sebagaimana dimaksud di atas, antara lain adalah Penyakit Jantung, Stroke, Ginjal, Diabetes, Kanker, Thalasemia dan Hemophilia. Tingkat kunjungan pasien untuk penyakit-penyakit tersebut luar biasa tinggi, baik itu kunjungan rawat inap maupun kunjungan rawat jalan, seperti yang terlihat dalam grafik berikut.



Tantangan di Balik Data

Data di atas sesungguhnya menyuguhkan tiga tantangan besar, baik bagi publik pada umumnya, maupun bagi insan kesehatan pada khususnya, tak terkecuali pihak regulator di sektor vital yang satu ini. Tantangan pertama, perhatikan bahwa penyakit-penyakit katastropik yang disebutkan di atas tidak lain adalah kelompok penyakit yang mulai populer dengan istilah PTM (Penyakit Tidak Menular), dimana 10 tahun terakhir ini angka kejadiannya benar-benar cukup fantastis.

Dan bukan rahasia umum lagi, rentetan kejadian PTM terkait secara kuat dengan berbagai pola hidup masyarakat yang tidak sehat. Simak sekali lagi grafik di atas, dan lihat betapa tingginya kasus atau kunjungan pasien dengan penyakit Jantung misalnya.Tantangan ini terasa kian besar mengingat popularitas PTM muncul pada saat ketika kejadian berbagai Penyakit Menular pun masih menjadi masalah kesehatan tersendiri hingga detik ini. Benar-benar kita menghadapi double burden : tamparan penyakit tidak menular, sekaligus rongrongan penyakit menular.

Tantangan kedua, camkan sungguh-sungguh grafik di atas, dan lihat apa yang terjadi pada salah satu organ penting tubuh kita bernama ginjal. Hampir seluruh lingkaran mewakili data tingkat kunjungan penyakit ginjal. Luar biasa ! Data itu sesungguhnya tidak sebatas mewakili peserta JKN Mandiri saja, mengingat fakta empiris sehari-hari menunjukkan dengan jelas betapa penyakit-penyakit yang berkaitan dengan ginjal ini sangat banyak penderitanya. Para pengidap penyakit gagal ginjal misalnya, yang seumur hidup mereka butuh cuci darah (hemodialisa), jumlahnya lumayan besar. Disamping itu, fakta tentang diagnosa gagal ginjal (renal failure) rupanya sedang mengarah pada usia yang bahkan lebih muda.

Keprihatinan kita mengenai penyakit ginjal ini, muncul berbarengan dengan kerisauan kita terhadap aneka jenis makanan olahan (dan juga minuman) yang berbahaya. Dari kecil (bahkan dari bayi, dari dalam kandungan) anak-anak kita sudah mulai dihantam dengan makanan/minuman atau jajanan berbahaya. Kandungan formalin, boraks, bahkan zat pewarna sintetik yang sepatutnya hanya untuk tekstil malah digunakan untuk mewarnai produk-produk makanan dan minuman. Ginjal kita benar-benar terkuras melebihi batas-batas fisiologis kemampuannya. Miris!

Tantangan ketiga, revitalisasi dan sekaligus aktualisasi nilai-nilai promotif preventif dalam ranah pelayanan kesehatan semakin menunjukkan momentum krusialnya di samping upaya-upaya kuratif rehabilitatif. Tingginya penyakit-penyakit katastropik, melambungnya penyakit-penyakit tidak menular (di samping penyakit menular), adalah isyarat penting belum optimalnya kerja promotif preventif dalam sistem pelayanan kesehatan kita, disadari atau tidak.

Seluruh Puskesmas di seantero negeri ini benar-benar harus berkaca sungguh-sungguh pada fakta ini. Di saat yang sama, para regulator, para penentu kebijakan, di pusat maupun di daerah, dituntut lebih serius lagi membaca kebutuhan riil bagi kesuksesan penyelenggaraan sistem kesehatan yang mengakar pada paradigma sehat, khususnya di tingkat layanan kesehatan garda depan, puskesmas. Dinas Kesehatan sebagai pembina puskesmas, benar-benar mutlak menunjukkan peran strategisnya secara nyata dalam membantu menghidupkan denyut kegiatan promotif preventif di seluruh institusi binaannya.

Tidak cukup kalau hanya bicara dana saja untuk menjawab tantangan di atas. Distribusi tenaga kesehatan yang memadai, dari sisi kuantitas maupun kualitas, khususnya di puskesmas, harus menjadi agenda prioritas. Dalam kaitan ini, institusi-institusi pendidikan kesehatan kita sesungguhnya tertantang pula untuk menghasilkan tenaga-tenaga kesehatan yang siap bekerja , bukan siap dilatih.

Jika tantangan-tantangan di atas tidak bisa terjawab dengan tepat, maka penyakit-penyakit katastropik itu tidak hanya berpotensi membunuh para penderitanya, melainkan sekaligus berpotensi membunuh sendi-sendi pembiayaan JKN kita. Jangan sampai ini terjadi, karena jika terjadi, itu adalah malapetaka besar sistem pelayanan kesehatan kita. Wallahua’lam. (La Ode Ahmad)

Post a Comment for "Menghindari Malapetaka Pelayanan Kesehatan Kita"