Hati-Hati Dok, Khawatir Menggerogoti Akidah (Bagian-1)



Beberapa saat setelah tulisan istri saya berjudul Semua Indah Pada Waktunya saya posting di Blog ini beberapa waktu lalu, seorang kawan baik saya mengingatkan by phone, “artikelnya secara keseluruhan bagus Dok, tapi untuk ungkapan ‘semua indah pada waktunya’ saya berpesan hati-hati Dok, khawatir menggerogoti akidah”.

“Ooh... maksudnya....?”, tanya saya

“Maaf ya Dok. Ungkapan ‘semua indah pada waktunya’ itu adalah kalimat yang bersumber dari Bibel, tepatnya di Pengkhotbah 3 Ayat 11: Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka

Subhanallah, luar biasa memang sahabat saya yang satu ini.

“Satu hal lagi Dok, ‘semua indah pada waktunya’ menjadi bagian dari syiar Nashrani yang dipopulerkan dalam berbagai lagu rohani Kristiani”

“Wao...., begitu ya. Tapi kali ini izinkan saya menyampaikan prinsip ini: sampai mati saya tetap ingin ada dalam akidah Islam yang saya cintai, dan sampai mati juga saya tetap ingin tidak pernah mengganggu pilihan orang lain akan agama yang berbeda dengan saya. Biarkan Allah yang memberi keputusan. Lakum diinukum waliadin. Ini prinsip yang saya coba jalani selama ini, dan insya Allah selamanya, khususnya ketika saya berinteraksi dengan teman-teman yang berbeda agama dengan saya ”

“Iya...iya...ana ngerti ente. Ana cuma ingin ngingatin aja, karena lillahi ta’ala ana sayang sama ente”

Dia sahabat saya sejak masih kuliah dulu. Diskusi-diskusi ngalor-ngidul sejak masih mahasiswa sering sekali kami lakukan....

By phone saya menyimak serius apa yang dijelaskan kawan baik saya itu. Dalam hati saya bergumam, ini enaknya kalau punya kawan baik. Kawan yang sangat care. Saya menunggu kata-kata dia berikutnya, saya tidak ingin memotong percakapannya. Apalagi saya ingat, kawan baik saya yang ini, tidak akan berhenti menasehati saya sebelum dia mengutip ayat-ayat Al-Quran, atau minimal hadits Rasulullah Saw. Dan saya menunggu itu dengan senang hati.

“Sungguh kalian akan mengikuti sunnah-sunnah yang ada pada umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta. Hingga seandainya mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kalian akan mengikutinya pula..... “ (Muttafaqun'alaih)

“Saya senang mendengar hadits ini...tapi....”

“Maaf ya Dok, lain kali kita diskusikan topik ini ya. Assalamu’alaikum...”

“Wa’alaikumsalam wrwb”, jawab saya.

OK. Saya ngerti dia sangat sibuk. Dia belum bisa melayani saya untuk mendiskusikan lebih lanjut hal ini. Saya merenung sejenak. Dan, alhamdulillah saya teringat kata-kata seorang kawan beberapa tahun yang lalu ketika dia mengingatkan saya sesuatu yang ia sebut sebagai tasyabbuh, semacam sikap atawa tindakan meniru-niru. Kala itu bahkan dia menyetir salah satu penggalan hadits, “mantasyabbaha biqoumin, fahuwa minhum”....barang siapa yang meniru-niru suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari kaum itu.

Saya bergumam dalam hati, ‘ooh... ini mungkin yang dikhawatirkan kawan baik saya itu. Apakah dia mengira bahwa dengan mengutip ungkapan ‘semua indah pada waktunya’ itu identik dengan sikap tasyabbuh yang ia sangka dapat menjerumuskan pemakainya dalam akidah yang menjadi sumber dari kalimat itu...? Wah...secepatnya harus saya klarifikasi masalah ini. Kalau tidak, bisa mengganggu toleransi beragama nih, pikir saya. (Baca kelanjutan tulisan ini di Hati-Hati Dok, Khawatir Menggerogoti Akidah (Bagian-2)

Post a Comment for "Hati-Hati Dok, Khawatir Menggerogoti Akidah (Bagian-1)"