Izinkan aku memilih mencintai mereka. Aku mencintai Jokowi sebagaimana aku mencintai Prabowo. Dan, aku mencintai semua yang mencintai mereka.
“Ayah, mengapa desain cinta Ayah seperti itu ?”, tanya anakku.
“Karena ilmu ayah masih terlalu dangkal sayang..... Sedemikian dangkalnya, sehingga Ayah hanya punya dua alasan untuk menjelaskannya. Pertama, Jokowi maupun Prabowo, mereka semua adalah makhluk ciptaan Allah. Coba Nak bayangkan di hadapan kita saat ini ada seorang Ibu, sudah tua renta, duduk di hadapan kita dengan wajah yang sangat bersedih. ...Kita mendekatinya, kita dipeluknya, dan dengan suara yang terbata-bata menahan tangis kepedihannya, ibu itu bercerita kepada kita.......”
”Nak, ibu sangat bersedih. Anak ibu yang sekarang jadi Presiden itu tak henti-hentinya di hina, dicibir, dicaci-maki. Tubuhnya memang jauh dari standar “kelayakan umum” Nak.....Tapi, itulah yang dikeluarkan Allah dari rahimku Nak, tanpa pernah aku memesan postur tubuh yang menjadi bahan ejekan seperti saat ini....Dan, anakku pun tidak pernah memesan kepada Tuhan maupun kepada Ibunya untuk dilahirkan dengan tubuh seperti sekarang.................”
Anakku menangis....direbahkan wajahnya dipangkuan ibu yang sudah tua renta itu. Aku mendengar suara lirih yang dibisikkan sang ibu di dekat telinga anakku.....”Nak, hati-hati mengarungi hidup ini.... doa-doa dari orang yang terdzolimi sungguh sangat makbul, apalagi kalau doa itu keluar dari hati seorang Ibu....Sudah berkali-kali terbukti Nak apa yang Ibu katakan ini ....”
“Sejatinya apa yang membuat Ibu sangat bersedih ?”, tanya anakku
“Ibu sangat bersedih karena mereka telah menghina Zat Maha Agung yang menitipkan “desain kreatif” di tubuh anakku, yang ternyata bukannya dimaknai sebagai ujian, justru dijadikan sebagai bahan olok-olok. Itu Nak yang membuat hati Ibu sangat bersedih”
Usai menceritakan kesedihannya, ibu tua berkerudung putih itu pamit meninggalkan kami berdua. Kulanjutkan penjelasannku pada putriku tersayang tentang motif cintaku pada mereka semua, pada Jokowi maupun Prabowo dan pada semua yang mencintai mereka. “Itu hal pertama Nak yang terbayang dalam benak Ayah”
“Kedua, Jokowi dan Prabowo adalah warga negara tercinta ini sayang. Ayah belajar berprasangka baik, bahwa kekuatan yang ada pada diri mereka , bahwa kelebihan yang mereka miliki, bahwa keunggulan yang mereka punyai, adalah potensi kekayaan bangsa ini agar mampu bergerak menuju masa depan yang gemilang. Ayah yakin itu....
Sayangnya Nak, kita terlalu sibuk mempermasalahkan kekurangan mereka. Kita terlalu menguras energi untuk mencari dan kemudian mengumumkan aib mereka. Kita terbuai Nak dalam “kenikmatan semu” menggosipkan kelemahan mereka. Kita terlena Nak dalam “kesenangan palsu” mempergunjingkan kekurangan mereka.....Ayah sedang belajar “membaca” Nak, bahwa sesungguhnya selalu ada “tulisan” yang terukir indah pada setiap kekurangan makhluk bahwa itulah bukti kebenaran Tauhid, itulah bukti kebenaran eksistensi ke-Maha-Esa-an-Nya dalam segala hal, bahwa memang hanya DIA saja yang tidak memiliki kekurangan. Selain-Nya adalah habitat kekurangan yang dipasangkan secara indah oleh-Nya dengan berbagai kelebihan.
Karena energi kita terlalu terkuras untuk urusan yang tidak produktif itu Nak, maka akhirnya kita menjadi loyo untuk bangkit merajut kasih sayang, membangun silaturahim bangsa, memadukan sinergitas keunnggulan yang kita miliki (dengan keunggulan yang mereka miliki), sehingga kemudian bangsa ini tumbuh dari kekuatan kolektif yang lebih beradab, menyongsong masa depan negeri yang memancarkan cahaya peradaban emas ke segenap penjuru dunia ”
“Nak, bersyukurlah....Allah melalui Rasul-Nya telah menetapkan kriteria kemuliaan seseorang sama sekali bukan dari struktur anatomi tubuh, bukan dari onggokan fisik yang dalam tempo singkat bisa lenyap tercabik-cabik dimakan ulat-ulat tanah. Bersyukurlah Nak karena kemuliaan seseorang diukur dari parameter esensial yang kekal, yang abadi, yakni taqwa. Dan karena unsur esensial ini pula, mengapa seorang Sahabat Rasul bernama Bilal bin Rabah, lelaki pedalaman Arab berkulit hitam legam itu, telah dikabarkan oleh Baginda Nabi SAW sebagai salah seorang penghuni Surga”
“Nak, hati-hati, negeri ini seperti sedang tercabik-cabik oleh kekuatan yang saling melemahkan. Pastikan Nak, kau tidak terperangkap menjadi bagian dari kekuatan yang saling melumpuhkan itu. Peganglah satu prinsip Nak, maximum primum non necere, kalau kau belum sanggup memberi manfaat sebesar-besarnya, jangan kau rugikan orang sekecil apapun. Bahkan dengan sebutir huruf atau kata yang kau tulis di akun fb-mu, di status WA-mu, di twiter-mu, di akun sosmed apapun yang kau mampu akses, pastikan itu semua tidak dalam rangka merenggangkan simpul-simpul tali silaturahim yang harusnya engkau eratkan sekuat-kuatnya. Sebaiknya Nak kau baca pula Pesan Seorang Ibu Pasca Pilpres 2014".
“Ayah....Ayah....Ayo bangun, sebentar lagi Adzan Subuh berkumandang....”, istriku membangunkan aku dari tidur lelapku malam itu.
“Ooo...walaah.... Jadi tadi aku sedang bermimpi ternyata, kawan. Maafkan”. Wallahua’lam.
Post a Comment for "Aku Cinta Jokowi Seperti Aku Cinta Prabowo"